helaawww guys ;) aku posting lagi nih.Posting ini aku ambil disini. Ini adalah fanfiction yang paling aku suka!! sumpah deh ya ini FF bikin aku nangis banget! bukan cuma nangis doang, aku juga dapat pelajaran dari FF ini.Eeettts bukan pelajaran kayak disekolah gitu ya! hehehe. Menurut aku FF ini mengajarkan aku tentang kerasnya kehidupan di dunia. Seorang gadis yang mempunyai harapan yang baik untuk di masa depannya, tetapi tidak ada yang bisa mengubah bila takdir berkehendak lain. Oke selamat membaca yah :')
Note: SIAP TISU!! ^^
***
Note: SIAP TISU!! ^^
***
Simpati Kedai Kopi
“THE 1st SPLASH FANFIC COMPETITION”
JUARA 1
Cast:
Lee Tae Ra
Choi Siwon SUJU
–
“Mungkin hidup seperti ramalan cuaca yang salah. Saat
kecil kita berharap masa depan kita cerah, tapi hidup tak semudah itu. Kita
harus menghadapi teriknya matahari, kerasnya badai dan dinginnya hujan salju.” Han
Deo Mi, Fashion 70′s.
Saat kecil, kau tentu berharap masa depanmu cerah.
Menggapai segala cita-cita dan angan-anganmu, mengejar mimpi-mimpimu, berharap
bahwa setidaknya hidupmu bisa lebih berguna. Begitu pun aku, Lee Tae Ra.
Sebagai putri pertama dari keluarga sederhana, aku ingin bisa mengenyam
pendidikan setinggi mungkin. Meraih mimpi dan angan-anganku sendiri. Aku tahu
hidup ini tidak mudah, tergambar jelas dari setiap peluh yang menetes dari dahi
ayahku yang setiap hari mengangkut berpuluh-puluh karung biji kopi demi
menghidupi kami. Untuk itu aku harus belajar dengan giat, mereka bilang selama
kau tekun dan pantang menyerah maka apapun yang kau usahakan akan berhasil. Aku
menanamkan perkataan itu dalam-dalam ke dalam benakku, sehingga setiap kali aku
lelah dan ingin menyerah dorongan yang kuat muncul dari dalam diriku, dorongan
untuk tidak pernah menyerah. Dengan tekad seperti ini kelak 10 atau 20 tahun
lagi, aku akan menjadi salah satu wanita sukses di Korea, dan ayahku tak perlu
repot-repot mengangkat karung-karung biji kopi lagi. Ya, saat itu aku yakin
sekali, yakin bahwa impianku akan terwujud dengan segala kerja keras yang
kulakukan. Namun aku melupakan satu hal.. Takdir. Tepat seminggu setelah hari
kelulusanku di SMP, ayahku meninggal. Segalanya berubah sejak itu, segalanya
terasa jauh lebih berat setelah itu. Perjalanan hidup yang tak pernah ku
perhitungkan sebelumnya menanti di depanku. Perjalanan hampir kehilangan kepercayaanku
pada diriku sendiri.
********
********
~cling..
Seorang pemuda memasuki sebuah kedai kopi di pinggir jalan.
“selamat datang..” seorang pelayan menyambut dengan ramah. Pria itu mengangguk “dimana aku bisa duduk?” tanyanya.
“anda bisa duduk dimana saja yang tuan inginkan” sahut pelayan tadi.
Dari balik bar Tae Ra memperhatikan pria itu, ia kemudian keluar menghampirinya.
Seorang pemuda memasuki sebuah kedai kopi di pinggir jalan.
“selamat datang..” seorang pelayan menyambut dengan ramah. Pria itu mengangguk “dimana aku bisa duduk?” tanyanya.
“anda bisa duduk dimana saja yang tuan inginkan” sahut pelayan tadi.
Dari balik bar Tae Ra memperhatikan pria itu, ia kemudian keluar menghampirinya.
“mari kuantar ke balkon ujung, tepat menghadap ke
sungai, tempatnya sangat nyaman dapat sedikit menenangkan” ujarnya Tae Ra
pada pria itu. Pria itu mengangguk, mengikuti Tae Ra.
“mau pesan apa tuan?” tanyanya ramah.
“menurut mu apa yang cocok untukku?” pria itu balik bertanya.
Tae Ra menghela nafas panjang.. “perkenalkan, namaku Lee Tae Ra pemilik kedai kopi ini” Tae Ra menjulurkan tangannya. “Choi Siwon..” pria itu menjawab singkat sembari menyambut jabatan tangan Tae Ra.
“aku tidak bermaksud mencampuri, tapi kelihatannya erasaan anda sedang tdak enak, kalau anda berkenan anda boleh sedikit becerita, mungkin aku dapat sedikit membantu.” Tae Ra tersenyum ramah.
“mau pesan apa tuan?” tanyanya ramah.
“menurut mu apa yang cocok untukku?” pria itu balik bertanya.
Tae Ra menghela nafas panjang.. “perkenalkan, namaku Lee Tae Ra pemilik kedai kopi ini” Tae Ra menjulurkan tangannya. “Choi Siwon..” pria itu menjawab singkat sembari menyambut jabatan tangan Tae Ra.
“aku tidak bermaksud mencampuri, tapi kelihatannya erasaan anda sedang tdak enak, kalau anda berkenan anda boleh sedikit becerita, mungkin aku dapat sedikit membantu.” Tae Ra tersenyum ramah.
“tidak, aku mau pesen kopi saja”jwabnya singkat.
“baiklah, mungkin hot capucino dengan ekstra
foam dapat sedikit mencairkan suasana hati anda.. bagaimana?” Tae Ra memberi
tawaran.
“baik aku pesan itu saja 1 cangkir.” jawab Siwon.
“baik tunggu sebentar.” Tae Ra membungkukan badan dan kembali ke bar.
“baik tunggu sebentar.” Tae Ra membungkukan badan dan kembali ke bar.
Tak lama kemudian Tae Ra kembali dengan nampan yg
berisikan pesanan Siwon.
“ini pesanan anda” Tae Ra meletakkan secangkir kopi dan sepiring wafle ke hadapan Siwon. Kemudian ia menarik kursi di sebelah Siwon, meletakkan cangkir kopinya dan duduk.
“apa ini?” ujar siwon memandang sepiring wafle dihadapannya.
“itu wafle anggur, menu baru yg kubuat.. cobalah” Tae Ra tersenyum.
“tapi aku tidak memesannya” Siwon menatap Tae Ra, ia baru sadar ternyata senyum Tae Ra sangat cantik.
“kau memang tidak memesannya, aku yg memesankannya untukmu. Ini gratis cobalah.. rasannya sangat cocok dengan capucino nya.” Tae Ra menyeruput kopinya. Siwon mengangguk, kemudian menyeruput kopinya juga. “kopinya sangat enak” ujar Siwon lebih santai.
“sudah kubilang kopi tu dapat sedikt menenagkan, benarkan” Tae Ra menatap Siwon senang
“ini pesanan anda” Tae Ra meletakkan secangkir kopi dan sepiring wafle ke hadapan Siwon. Kemudian ia menarik kursi di sebelah Siwon, meletakkan cangkir kopinya dan duduk.
“apa ini?” ujar siwon memandang sepiring wafle dihadapannya.
“itu wafle anggur, menu baru yg kubuat.. cobalah” Tae Ra tersenyum.
“tapi aku tidak memesannya” Siwon menatap Tae Ra, ia baru sadar ternyata senyum Tae Ra sangat cantik.
“kau memang tidak memesannya, aku yg memesankannya untukmu. Ini gratis cobalah.. rasannya sangat cocok dengan capucino nya.” Tae Ra menyeruput kopinya. Siwon mengangguk, kemudian menyeruput kopinya juga. “kopinya sangat enak” ujar Siwon lebih santai.
“sudah kubilang kopi tu dapat sedikt menenagkan, benarkan” Tae Ra menatap Siwon senang
“paduannya benar-benar pas, sempurna” ucap Siwon
lagi.
“benarkah?” Tae Ra melonjak. “tak pernah ada yang bilang seperti itu.”
“benarkah?” senyum siwon terkembang.
“benar, selama kedai kopi ini berdiri hampir tiada hari tanpa keluhan. kelebihan gula, kurang es, kurang susu skim. mereka tidak pernah bilang kopi racikanku pas, mereka hanya diam jika kopinya enak” Tae Ra meyeruput kopinya sejenak, kemudian melanjutkan “sekilas tampaknya aku tidak pernah melakukan hal yg benar untuk pelangganku. padahal setiap hari pagi2 sekali aku harus menyortir biji2 kopi yg datang, menyangrainya dengan suhu dan waktu tertentu, menghaluskannya, lalu diseduh dengan air yang suhunya pun tidak boleh sembarangan, ditambahkan gula atau susu, sampai kopi itu siap dimeja pelanggan.” Tae Ra tertawa, “tapi aku tetap melakukannya sampai sekarang.”
“bukankah itu sangat berat dan mengesalkan, saat orang tak sedikit pun mengerti bahwa kau bekerja keras untuk setiap cangkir kopi yg kau buat, dan mereka masih tidak puas dengan hasilnya? mengapa kau masih mengerjakannya?” tanya Siwon.
“mengapa aku masih mengerjakannya?” Tae Ra mengulang pertanyaan Siwon. “entahlah, mungkin karena aku menyukainya. aku menyukai setiap prosesnya.” Tae Ra lagi2 tersenyum. “aku merasa bahagia bisa menyajikan kopi kepada pelangganku setiap harinya, meski seringkali mereka sedikit bawel soal kopi buatanku.” Tae Ra menerawang. “Memang rasannya lelah, namun rasa lelahku terbayar saat melihat seulas senyum dari wajah mereka ketika keluar kedaiku. Perasaan itulah yg tidak bisa dibayar oleh apapun.”Siwon mendengarkan dengan seksama, sambil sesekali melahap wafle atau menyeruput kopinya. “mungkin itulah yg membuatku tetap melakukannya.” ujar Tae Ra mengakhiri.
“wow, kau begitu tulus. Aku benar2 terkesan.” Siwon manatap Tae Ra takjub.
“benarkah?” Tae Ra melonjak. “tak pernah ada yang bilang seperti itu.”
“benarkah?” senyum siwon terkembang.
“benar, selama kedai kopi ini berdiri hampir tiada hari tanpa keluhan. kelebihan gula, kurang es, kurang susu skim. mereka tidak pernah bilang kopi racikanku pas, mereka hanya diam jika kopinya enak” Tae Ra meyeruput kopinya sejenak, kemudian melanjutkan “sekilas tampaknya aku tidak pernah melakukan hal yg benar untuk pelangganku. padahal setiap hari pagi2 sekali aku harus menyortir biji2 kopi yg datang, menyangrainya dengan suhu dan waktu tertentu, menghaluskannya, lalu diseduh dengan air yang suhunya pun tidak boleh sembarangan, ditambahkan gula atau susu, sampai kopi itu siap dimeja pelanggan.” Tae Ra tertawa, “tapi aku tetap melakukannya sampai sekarang.”
“bukankah itu sangat berat dan mengesalkan, saat orang tak sedikit pun mengerti bahwa kau bekerja keras untuk setiap cangkir kopi yg kau buat, dan mereka masih tidak puas dengan hasilnya? mengapa kau masih mengerjakannya?” tanya Siwon.
“mengapa aku masih mengerjakannya?” Tae Ra mengulang pertanyaan Siwon. “entahlah, mungkin karena aku menyukainya. aku menyukai setiap prosesnya.” Tae Ra lagi2 tersenyum. “aku merasa bahagia bisa menyajikan kopi kepada pelangganku setiap harinya, meski seringkali mereka sedikit bawel soal kopi buatanku.” Tae Ra menerawang. “Memang rasannya lelah, namun rasa lelahku terbayar saat melihat seulas senyum dari wajah mereka ketika keluar kedaiku. Perasaan itulah yg tidak bisa dibayar oleh apapun.”Siwon mendengarkan dengan seksama, sambil sesekali melahap wafle atau menyeruput kopinya. “mungkin itulah yg membuatku tetap melakukannya.” ujar Tae Ra mengakhiri.
“wow, kau begitu tulus. Aku benar2 terkesan.” Siwon manatap Tae Ra takjub.
“aku hanya menjalani apa yang sudah Tuhan berikan
dengan penuh asa syukur..” Tae Ra menyesap habis kopinya.
“aku mengerti , terima kasih Lee Tae Ra, kau dan kopi
mu membuat perasaanku lebih baik” Siwon menyeruput habis kopinya dan bangkit
dari kursi.
“aku senang, kalau kopi ku bisa membuat perasaanmu sedikit lebih baik. jujur aku sedikit takut saat melihat ekspresi mu tadi saat masuk kedaiku, aku khawatir jika saat keluar kedaiku nanti ekspresimu masih seperti itu orang-orang pikir kopi dan pelayanan di kedaiku tidak bagus lagi” Tae Ra tertawa, Siwon juga ikut tertawa. “kalau ada waktu mampirlah lagi, setiap minggu aku membuat menu baru. kau bisa mencobanya kalau mau, gratis..” Tae Ra membawa nampan berisi cangkir dan piring kosong, berjalan menuju bar bersama Siwon. “tentu, dengan senang hati” sahut Siwon tersenyum, melambaikan tangannya dan keluar dari kedai dengan senyum lebar menghiasi wajahnya.
“aku senang, kalau kopi ku bisa membuat perasaanmu sedikit lebih baik. jujur aku sedikit takut saat melihat ekspresi mu tadi saat masuk kedaiku, aku khawatir jika saat keluar kedaiku nanti ekspresimu masih seperti itu orang-orang pikir kopi dan pelayanan di kedaiku tidak bagus lagi” Tae Ra tertawa, Siwon juga ikut tertawa. “kalau ada waktu mampirlah lagi, setiap minggu aku membuat menu baru. kau bisa mencobanya kalau mau, gratis..” Tae Ra membawa nampan berisi cangkir dan piring kosong, berjalan menuju bar bersama Siwon. “tentu, dengan senang hati” sahut Siwon tersenyum, melambaikan tangannya dan keluar dari kedai dengan senyum lebar menghiasi wajahnya.
*******
Awal pertemuan yang manis lewat secangkir kopi hangat. Sejak itu hampir setiap hari Siwon singgah di kedai kopi Tae Ra, untuk sekedar melepas penat sembari menikmati kopi-kopi racikan Tae Ra, atau sekedar ngobrol santai dengannya. Setiap detik yang Siwon habiskan di kedai Tae Ra, membuatnya semakin mengaggumi wanita itu. Cara Tae Ra tersenyum pada setiap pelanggan yang datang ke kedainya, menyapa dengan ramah, tak jarang mengajak ngobrol pelanggannya seperti yang dulu dilakukannya terhadap Siwon, menunjukan ketulusan hatinya. Saat kedai masih ramai, biasanya Siwon hanya duduk dikursi favoritnya sembari mengamati gerak gerik Tae Ra, atau memotretnya secara sembunyi-sembunyi. Melihat Tae Ra berkutat dengan perlaatan membuat kopinya, menuang air panas pada bubuk2 kopi, mengukir krim kental ke atas gelas2 kopinya, membuat Siwon terpesona melihatnya. Tae Ra benar-benar mempesona. Saat kedai mulai sepi, Tae Ra akan menghampiri Siwon duduk dan mengobrol. Mulai hal-hal sederhana seperti lelucon-lelucon, sampai pengalaman-pengalamannya dalam membuat kopi diceritakan Tae Ra pada Siwon, begitu pun Siwon terhadap Tae Ra. Atau tak jarang Tae Ra mengajari Siwon caranya membuat kopi. Hari-hari mereka lalui dengan saling berbagi satu sama lain, hal yang disadari oleh Siwon pada akhirnya adalah bahwa ia mencintai Tae Ra, barista cantik pemilik kedai kopi sederhana.
Seperti biasa Siwon pergi ke kedai kopi Tae Ra setiap sore setelah pulang kerja. Namun hari ini sedikit berbeda, ia datang untuk mengajak Tae Ra berkencan. Minggu lalu Tae Ra sudah janji untuk berkencan dengannya hari ini. Siwon agak gugup, ia berulang kali memeriksa dandanannya. Hari ini ia akan menyatakan cintanya pada Tae Ra, ia harap wanita itu akan menerimanya.
~cling
Siwon masuk ke dalam kedai.
“selamat sore..” sapa pelayan kedai itu.
“sore..” sahut Siwon. “dimana Tae Ra, Seohyun?”
“oh, Kak Tae Ra sedang membereskan sesuatu di gudang. sebentar aku panggilkan. Seohyun bergegas kebelakang, tak lama kemudian ia kembali bersama Tae Ra.
“kau sudah datang? cepat sekali.” Tae Ra menepuk2 tangannya, dan melepas sarung tangannya. “sebentar ya, aku siap2 dulu.” ujar sembari Tae Ra melepas celemeknya dan kembali kedalam, Siwon mengangguk.
“Seohyun, tolong rapihkan biji2 kopi yang tadi belum sempat ku rapihkan di belakang ya, lalu kau tutup kedai. kau boleh pulang cepat hari ini.” Tae Ra keluar bar, membawa tas tangannya. “baik kak” sahut Seohyun.
“ayo Siwon..” Siwon, lalu menggandeng tangan Tae Ra keluar kedai.
“kemana kita akan pergi?” Tae Ra bertanya.
“menurut mu, kemana orang2 biasanya pergi pada kencan pertama mereka?” ujar Siwon sembari menyetir.
“hhmm.. biasanya mereka nonton film, makan malam, atau pergi ke taman hiburan..” Tae Ra memalingkan wajahnya menuju jendela mobil, “setidaknya itulah yang kulihat sering dilakukan para remaja dikencan pertama mereka..” matanya tampak sendu, lalu Tae Ra kembali tersenyum dan menghadapkan wajahnya ke arah Siwon.
“persis..” Siwon tersenyum melirik Tae Ra.
“apanya?”
“kita akan melakukannya, nonton film dan lain lainya.. berkencan ala remaja.” Siwon nyengir. “aku sudah membuat daftarnya.” Siwon menyerahkan sebuah catatan pada Tae Ra.
“apa ini? pergi ke bioskop, nonton film romantis, pergi ke taman hiburan, naik gondola, beli gulali, berfoto..” Tae Ra membaca daftar yang diberikan Siwon. “maksudmu kita akan melakukan semua ini??” Tae Ra memandang daftar tadi dengan tatapan tak percaya.
“yap..” Siwon mengangguk mantap.
“hahaha…” Tae Ra tertawa geli. “ini konyol sekali.. kau sampai membuat daftar apa yang mesti kita lakukan untuk kencan ala remaja ini, dan bahkan kita pun sudah bukan remaja lagi..” Tae Ra menggeleng-gelengkan kepalanya.
“tidak ada salahnya kan kita coba.. anggap saja kita ini masih SMA, bukankah sangat menyenangkan kembali ke masa-masa itu..” Siwon menatap Tae Ra.
“baiklah, ayo kita lakukan..” Tae Ra pun tersenyum.
“ok.. pertama2 kemana kita harus pergi?” Siwon menunjuk catatan yang dipegang Tae Ra.
“hmm..” Tae Ra menelusuri daftar yang dibuau Siwon, “bioskop” ujarnya.
“baiklah.. ayo berangkat..” Siwon memacu kencang mobilnya..
Siwon menggandeng tangan Tae Ra saat keluar gedung bioskop. “apa menurutmu filmnya bagus?” tanyanya.
“cukup bagus.” Tae Ra tersenyum. “bioskop sudah, selanjutnya kemana kita.” ujar Tae Ra sembari men-check list daftar kencan mereka.
“tempat makan?” tanya Siwon.
“tepat.” Tae Ra menjentikan jarinya.
“ayo cepat, sebelum terlalu malam. masih banyak yang harus kita lakukan.” Siwon menggandeng Tae Ra dan berlari. “tunggu sebentar, mobilnya?” Tae Ra berhenti.
“kita sedang jadi anak SMA sekarang, kau ingat? apa kau pikir siswa SMA sudah di ijinkan menyetir sendiri? tentu saja kita akan naik bis.” Siwon mengedipkan matanya. “kaja..”
Awal pertemuan yang manis lewat secangkir kopi hangat. Sejak itu hampir setiap hari Siwon singgah di kedai kopi Tae Ra, untuk sekedar melepas penat sembari menikmati kopi-kopi racikan Tae Ra, atau sekedar ngobrol santai dengannya. Setiap detik yang Siwon habiskan di kedai Tae Ra, membuatnya semakin mengaggumi wanita itu. Cara Tae Ra tersenyum pada setiap pelanggan yang datang ke kedainya, menyapa dengan ramah, tak jarang mengajak ngobrol pelanggannya seperti yang dulu dilakukannya terhadap Siwon, menunjukan ketulusan hatinya. Saat kedai masih ramai, biasanya Siwon hanya duduk dikursi favoritnya sembari mengamati gerak gerik Tae Ra, atau memotretnya secara sembunyi-sembunyi. Melihat Tae Ra berkutat dengan perlaatan membuat kopinya, menuang air panas pada bubuk2 kopi, mengukir krim kental ke atas gelas2 kopinya, membuat Siwon terpesona melihatnya. Tae Ra benar-benar mempesona. Saat kedai mulai sepi, Tae Ra akan menghampiri Siwon duduk dan mengobrol. Mulai hal-hal sederhana seperti lelucon-lelucon, sampai pengalaman-pengalamannya dalam membuat kopi diceritakan Tae Ra pada Siwon, begitu pun Siwon terhadap Tae Ra. Atau tak jarang Tae Ra mengajari Siwon caranya membuat kopi. Hari-hari mereka lalui dengan saling berbagi satu sama lain, hal yang disadari oleh Siwon pada akhirnya adalah bahwa ia mencintai Tae Ra, barista cantik pemilik kedai kopi sederhana.
Seperti biasa Siwon pergi ke kedai kopi Tae Ra setiap sore setelah pulang kerja. Namun hari ini sedikit berbeda, ia datang untuk mengajak Tae Ra berkencan. Minggu lalu Tae Ra sudah janji untuk berkencan dengannya hari ini. Siwon agak gugup, ia berulang kali memeriksa dandanannya. Hari ini ia akan menyatakan cintanya pada Tae Ra, ia harap wanita itu akan menerimanya.
~cling
Siwon masuk ke dalam kedai.
“selamat sore..” sapa pelayan kedai itu.
“sore..” sahut Siwon. “dimana Tae Ra, Seohyun?”
“oh, Kak Tae Ra sedang membereskan sesuatu di gudang. sebentar aku panggilkan. Seohyun bergegas kebelakang, tak lama kemudian ia kembali bersama Tae Ra.
“kau sudah datang? cepat sekali.” Tae Ra menepuk2 tangannya, dan melepas sarung tangannya. “sebentar ya, aku siap2 dulu.” ujar sembari Tae Ra melepas celemeknya dan kembali kedalam, Siwon mengangguk.
“Seohyun, tolong rapihkan biji2 kopi yang tadi belum sempat ku rapihkan di belakang ya, lalu kau tutup kedai. kau boleh pulang cepat hari ini.” Tae Ra keluar bar, membawa tas tangannya. “baik kak” sahut Seohyun.
“ayo Siwon..” Siwon, lalu menggandeng tangan Tae Ra keluar kedai.
“kemana kita akan pergi?” Tae Ra bertanya.
“menurut mu, kemana orang2 biasanya pergi pada kencan pertama mereka?” ujar Siwon sembari menyetir.
“hhmm.. biasanya mereka nonton film, makan malam, atau pergi ke taman hiburan..” Tae Ra memalingkan wajahnya menuju jendela mobil, “setidaknya itulah yang kulihat sering dilakukan para remaja dikencan pertama mereka..” matanya tampak sendu, lalu Tae Ra kembali tersenyum dan menghadapkan wajahnya ke arah Siwon.
“persis..” Siwon tersenyum melirik Tae Ra.
“apanya?”
“kita akan melakukannya, nonton film dan lain lainya.. berkencan ala remaja.” Siwon nyengir. “aku sudah membuat daftarnya.” Siwon menyerahkan sebuah catatan pada Tae Ra.
“apa ini? pergi ke bioskop, nonton film romantis, pergi ke taman hiburan, naik gondola, beli gulali, berfoto..” Tae Ra membaca daftar yang diberikan Siwon. “maksudmu kita akan melakukan semua ini??” Tae Ra memandang daftar tadi dengan tatapan tak percaya.
“yap..” Siwon mengangguk mantap.
“hahaha…” Tae Ra tertawa geli. “ini konyol sekali.. kau sampai membuat daftar apa yang mesti kita lakukan untuk kencan ala remaja ini, dan bahkan kita pun sudah bukan remaja lagi..” Tae Ra menggeleng-gelengkan kepalanya.
“tidak ada salahnya kan kita coba.. anggap saja kita ini masih SMA, bukankah sangat menyenangkan kembali ke masa-masa itu..” Siwon menatap Tae Ra.
“baiklah, ayo kita lakukan..” Tae Ra pun tersenyum.
“ok.. pertama2 kemana kita harus pergi?” Siwon menunjuk catatan yang dipegang Tae Ra.
“hmm..” Tae Ra menelusuri daftar yang dibuau Siwon, “bioskop” ujarnya.
“baiklah.. ayo berangkat..” Siwon memacu kencang mobilnya..
Siwon menggandeng tangan Tae Ra saat keluar gedung bioskop. “apa menurutmu filmnya bagus?” tanyanya.
“cukup bagus.” Tae Ra tersenyum. “bioskop sudah, selanjutnya kemana kita.” ujar Tae Ra sembari men-check list daftar kencan mereka.
“tempat makan?” tanya Siwon.
“tepat.” Tae Ra menjentikan jarinya.
“ayo cepat, sebelum terlalu malam. masih banyak yang harus kita lakukan.” Siwon menggandeng Tae Ra dan berlari. “tunggu sebentar, mobilnya?” Tae Ra berhenti.
“kita sedang jadi anak SMA sekarang, kau ingat? apa kau pikir siswa SMA sudah di ijinkan menyetir sendiri? tentu saja kita akan naik bis.” Siwon mengedipkan matanya. “kaja..”
mereka tiba di insadong, deretan toko-toko menghiasi
sepanjang jalan.
“ayo kesini..” Siwon mengajak Tae Ra masuk ke dalam toko pakaian.
“mau apa?” Tae Ra bertanya heran.
“untuk beli ini..” Siwon menunjukkan sepasang kaos couple.
“astaga…” Tae Ra tertawa geli melihat antusias Siwon.
Mereka keluar toko sudah mengenakan kaos itu.
“sekarang kita terlihat seperti pasangan betulan kan..” senyum lebar terkembang di wajah Siwon, ia memandang kaos yang dikenakannya dan Tae Ra senang.
“sekarang ayo kita berfoto.” ajak Tae Ra.
Mereka berdua menuju sebuah box tempat foto di ujung jalan. Tae Ra dan Siwon berkeliling insadong.
“ayo kesini..” Siwon mengajak Tae Ra masuk ke dalam toko pakaian.
“mau apa?” Tae Ra bertanya heran.
“untuk beli ini..” Siwon menunjukkan sepasang kaos couple.
“astaga…” Tae Ra tertawa geli melihat antusias Siwon.
Mereka keluar toko sudah mengenakan kaos itu.
“sekarang kita terlihat seperti pasangan betulan kan..” senyum lebar terkembang di wajah Siwon, ia memandang kaos yang dikenakannya dan Tae Ra senang.
“sekarang ayo kita berfoto.” ajak Tae Ra.
Mereka berdua menuju sebuah box tempat foto di ujung jalan. Tae Ra dan Siwon berkeliling insadong.
Hari hampir petang saat Tae Ra dan Siwon tiba ditaman
hiburan.
“apa tidak terlalu sore untuk bermain disini? Sepertinya tak lama lagi akan tutup” tanya Tae Ra.
“tidak.. Taman hiburan ini tidak akan tutup sebelum aku yang menyuruhnya tutup” ujar Siwon percaya diri.
“benarkah?” Tae Ra tertawa.
Siwon mengajak Tae Ra naik gondola dan beberapa wahana lain. Siwon membelikan permen kapas untuk Tae Ra, mereka duduk di sebuah bangku menikmati pertunjukan kembang api di taman hiburan itu sembari menikmati permen kapas mereka. Tae Ra merasa sangat nyaman berada dekat Siwon, tanpa sadar Tae Ra merebahkan kepalanya di bahu Siwon. Siwon tersenyum.
“kembang apinya indah bukan?” gumam Siwon.
“sangat indah, kembang api terindah yang pernah kulihat” sahut Tae Ra. Siwon tertawa mendengarnya. “ada apa? Aku terlalu berlebihan ya?” ujar Tae Ra.
“sedikit” Siwon menjawab. Tae Ra tertawa mendengar jawaban Siwon.
“kau jujur sekali” gerutunya.
“Choi Siwon, terima kasih..” ujar Tae Ra lagi.
“terima kasih untuk apa?” Siwon menundukkan kepalanya menatap wajah Tae Ra.
“untuk segalanya, untuk setiap hari yang kulalui bersamamu belakangan ini, untuk selalu mendengar keluh kesahku, terlebih lagi terima kasih untuk hari ini. Aku tak pernah mengalami hari yang seperti ini, berkencan ala remaja.” Tae Ra menghela nafas panjang dan tersenyum. “aku sangat berterima kasih, aku tak tahu bagaimana harus membalasnya” ucap Tae Ra.
“jadilah kekasihku” ujar Siwon tiba2.
“ne??” Tae Ra terkejut dengan perkataan Siwon, ia mengangkat kepalanya dari bahu Siwon dan menatapnya.
“dengar Lee Tae Ra, aku sungguh-sungguh jadilah kekasihku” Siwon menatap Tae Ra sungguh-sungguh dan menggenggam tangan Tae Ra. “hari-hari yang kulaluimu bersamamu, membuat aku tersadar bahwa kau lah orang yang kucari selama ini, kau tak ada yang lain. Jadilah kekasihku.” Siwon berlutut dihadapan Tae Ra.
Tae Ra tak bisa berkata apa2, ini sungguh diluar dugaannya. Hati kecilnya berkata iya, karena jauh didalam lubuk hatinya ia mencintai pria yang sekarang berlutut dihadapannya. Pria yang bisa membuatnya nyaman lagi, membuatnya percaya lagi pada seorang pria.
Tae Ra tersentak, “tidak Siwon.. tidak seharusnya seperti ini, aku tidak bisa..” Tae Ra melepaskan genggaman tangan Siwon.
“mengapa tidak? Apa kau tidak menyukaiku?” Siwon tertunduk lemas.
“bukan begitu, a-aku menyukaimu.. tapi..” Tae Ra terdiam sejenak.
“tapi apa?” Siwon menatap wajah sendu Tae Ra.
“aku tidak pantas untukmu, carilah gadis lain.. aku sungguh tidak pantas..” air mata mengalir di pipi Tae Ra.
“apa yang membuatmu tidak pantas untukku? dengarkan aku..” Siwon duduk disamping Tae Ra dan menggenggam bahunya. “tidak ada yang lebih pantas untukku selain dirimu, apapun batasannya yang membuatmu merasa tidak pantas untukku aku tidak peduli.. Aku mencintaimu Lee Tae Ra, dengan sepenuh hatiku.. Jadi mau kah kau menjadi kekasihku?” kali ini tatapan tajam Siwon tepat mengarah ke mata Tae Ra, Tae Ra perlahan mengangguk. Refleks Siwon segera memeluknya.
Hari ini menjadi hari paling bahagia yang pernah dirasakan Siwon, begitupun Tae Ra meski ada sesuatu yang masih terasa mengganjal dihatinya.
“apa tidak terlalu sore untuk bermain disini? Sepertinya tak lama lagi akan tutup” tanya Tae Ra.
“tidak.. Taman hiburan ini tidak akan tutup sebelum aku yang menyuruhnya tutup” ujar Siwon percaya diri.
“benarkah?” Tae Ra tertawa.
Siwon mengajak Tae Ra naik gondola dan beberapa wahana lain. Siwon membelikan permen kapas untuk Tae Ra, mereka duduk di sebuah bangku menikmati pertunjukan kembang api di taman hiburan itu sembari menikmati permen kapas mereka. Tae Ra merasa sangat nyaman berada dekat Siwon, tanpa sadar Tae Ra merebahkan kepalanya di bahu Siwon. Siwon tersenyum.
“kembang apinya indah bukan?” gumam Siwon.
“sangat indah, kembang api terindah yang pernah kulihat” sahut Tae Ra. Siwon tertawa mendengarnya. “ada apa? Aku terlalu berlebihan ya?” ujar Tae Ra.
“sedikit” Siwon menjawab. Tae Ra tertawa mendengar jawaban Siwon.
“kau jujur sekali” gerutunya.
“Choi Siwon, terima kasih..” ujar Tae Ra lagi.
“terima kasih untuk apa?” Siwon menundukkan kepalanya menatap wajah Tae Ra.
“untuk segalanya, untuk setiap hari yang kulalui bersamamu belakangan ini, untuk selalu mendengar keluh kesahku, terlebih lagi terima kasih untuk hari ini. Aku tak pernah mengalami hari yang seperti ini, berkencan ala remaja.” Tae Ra menghela nafas panjang dan tersenyum. “aku sangat berterima kasih, aku tak tahu bagaimana harus membalasnya” ucap Tae Ra.
“jadilah kekasihku” ujar Siwon tiba2.
“ne??” Tae Ra terkejut dengan perkataan Siwon, ia mengangkat kepalanya dari bahu Siwon dan menatapnya.
“dengar Lee Tae Ra, aku sungguh-sungguh jadilah kekasihku” Siwon menatap Tae Ra sungguh-sungguh dan menggenggam tangan Tae Ra. “hari-hari yang kulaluimu bersamamu, membuat aku tersadar bahwa kau lah orang yang kucari selama ini, kau tak ada yang lain. Jadilah kekasihku.” Siwon berlutut dihadapan Tae Ra.
Tae Ra tak bisa berkata apa2, ini sungguh diluar dugaannya. Hati kecilnya berkata iya, karena jauh didalam lubuk hatinya ia mencintai pria yang sekarang berlutut dihadapannya. Pria yang bisa membuatnya nyaman lagi, membuatnya percaya lagi pada seorang pria.
Tae Ra tersentak, “tidak Siwon.. tidak seharusnya seperti ini, aku tidak bisa..” Tae Ra melepaskan genggaman tangan Siwon.
“mengapa tidak? Apa kau tidak menyukaiku?” Siwon tertunduk lemas.
“bukan begitu, a-aku menyukaimu.. tapi..” Tae Ra terdiam sejenak.
“tapi apa?” Siwon menatap wajah sendu Tae Ra.
“aku tidak pantas untukmu, carilah gadis lain.. aku sungguh tidak pantas..” air mata mengalir di pipi Tae Ra.
“apa yang membuatmu tidak pantas untukku? dengarkan aku..” Siwon duduk disamping Tae Ra dan menggenggam bahunya. “tidak ada yang lebih pantas untukku selain dirimu, apapun batasannya yang membuatmu merasa tidak pantas untukku aku tidak peduli.. Aku mencintaimu Lee Tae Ra, dengan sepenuh hatiku.. Jadi mau kah kau menjadi kekasihku?” kali ini tatapan tajam Siwon tepat mengarah ke mata Tae Ra, Tae Ra perlahan mengangguk. Refleks Siwon segera memeluknya.
Hari ini menjadi hari paling bahagia yang pernah dirasakan Siwon, begitupun Tae Ra meski ada sesuatu yang masih terasa mengganjal dihatinya.
**********
Tae Ra terduduk di kedainya, termenung. Ia berpikir
tentang hubungannya dengan Siwon. Ada hal yang perlu dibicarakannya dengan
Siwon, hal yang tak dapat disembunyikannya lagi. Ia sudah berpikir masak-masak
mengenai konsekwensi yang akan diterimanya selama seminggu ini. Ia telah siap
menerima kemungkinan terburuk yang mungkin diterimanya. Tae Ra mengeluarkan
ponselnya dan menekan beberapa tombol di ponselnya.
“yeobseo.. ne Siwon, ini Tae Ra bisakah kau ke kedai sekarang? Ada yang harus kubicarakan denganmu …. ne, kutunggu..” klik.. Tae Ra menutup ponselnya.
“yeobseo.. ne Siwon, ini Tae Ra bisakah kau ke kedai sekarang? Ada yang harus kubicarakan denganmu …. ne, kutunggu..” klik.. Tae Ra menutup ponselnya.
~cling
Siwon terburu-buru memasuki kedai.
“kau sudah datang..” sambut Tae Ra. “tunggu sebentar, kau duduklah dulu.”
Siwon mengangguk menuruti Tae Ra dan duduk dikursi biasanya. Tak lama kemudian Tae Ra datang dengan dua cangkir kopi di tangannya.
“maaf, aku memanggilmu kemari ditengah-tengah kesibukanmu mempersiapkan pameran.” Tae Ra duduk dan menyugguhkan kopinya pada Siwon.
“kau ini kekasihku, masih saja sungkan..” Siwon membelai rambut Tae Ra. Tae Ra tersenyum.
“ada hal yang harus kubicarakan padamu, hal yang tak bisa ku rahasiakan lagi darimu. Setelah kau mendengarkan semuanya, kau bebas mengambil keputusan apakah akan meneruskan hubungan kita atau mengakhirinya.” Tae Ra menghela nafas panjang.
“Tae Ra mengapa kau bicara seperti itu?” Siwon bertanya heran.
“kumohon dengarkan aku dulu, setelah ini kau boleh berkomentar apa pun.” Tae Ra menatap Siwon tajam. Siwon mengangguk dan memilih diam menuruti keinginan Tae Ra. Tae Ra memulai ceritanya.
“aku ingin mengatakan padamu bahwa aku bukan wanita single seperti yang lain. Aku pernah menikah dan telah memiliki seorang anak.” Tae Ra menatap Siwon yang kelihatannya sedikit terkejut.
“kalau itu masalahnya aku tidak apa2..” Siwon menggelengkan kepalanya. “aku tetap menerimamu..”
“bukan hanya itu, aku.. aku.. aku.. .” Tae Ra terbata-bata. “kau belum mendengar semuanya, mengenai hidupku sebelum bertemu dengan mu.. kau harus mendengar semuanya, aku kan menceritakannya padamu. Kumohon dengarkan dulu, setelah ini terserah padamu.” Tae Ra mulai bercerita.
“pernikahan pertama ku dengan seorang pria tua kaya raya teman ayahku.. berawal saat aku SMA ayahku meninggal dan saat pemakaman ayahku, seorang pria datang. ia orang yang disuruh teman ayahku, menaggih janji yang pernah dibuat ayahku dengannya dulu.” Tae Ra bercerita sembari memutar-mutar cangkir kopinya. “aku tak tahu apa janji yg dibuat ayahku dengannya, tapi ibuku menyuruhku segera mengemasi seluruh barangku dan ikut dengannya. Aku yang bingung hanya menuruti perkataan ibuku, kukemasi seluruh pakaian dan buku-bukuku.” Tae Ra sesekali menyesap kopinya. Siwon hanya mendengarkan Tae Ra dengan seksama tanpa berkomentar.
“aku bertanya kepada ibuku, kenapa aku harus ikut dengan pria itu? Ibuku hanya menjawab bahwa hidupku akan lebih baik jika bersamanya. Ia memiliki segalanya yg kubutuhkan untuk mengejar impianku. Begitu kata ibuku saat itu.”
Siwon terburu-buru memasuki kedai.
“kau sudah datang..” sambut Tae Ra. “tunggu sebentar, kau duduklah dulu.”
Siwon mengangguk menuruti Tae Ra dan duduk dikursi biasanya. Tak lama kemudian Tae Ra datang dengan dua cangkir kopi di tangannya.
“maaf, aku memanggilmu kemari ditengah-tengah kesibukanmu mempersiapkan pameran.” Tae Ra duduk dan menyugguhkan kopinya pada Siwon.
“kau ini kekasihku, masih saja sungkan..” Siwon membelai rambut Tae Ra. Tae Ra tersenyum.
“ada hal yang harus kubicarakan padamu, hal yang tak bisa ku rahasiakan lagi darimu. Setelah kau mendengarkan semuanya, kau bebas mengambil keputusan apakah akan meneruskan hubungan kita atau mengakhirinya.” Tae Ra menghela nafas panjang.
“Tae Ra mengapa kau bicara seperti itu?” Siwon bertanya heran.
“kumohon dengarkan aku dulu, setelah ini kau boleh berkomentar apa pun.” Tae Ra menatap Siwon tajam. Siwon mengangguk dan memilih diam menuruti keinginan Tae Ra. Tae Ra memulai ceritanya.
“aku ingin mengatakan padamu bahwa aku bukan wanita single seperti yang lain. Aku pernah menikah dan telah memiliki seorang anak.” Tae Ra menatap Siwon yang kelihatannya sedikit terkejut.
“kalau itu masalahnya aku tidak apa2..” Siwon menggelengkan kepalanya. “aku tetap menerimamu..”
“bukan hanya itu, aku.. aku.. aku.. .” Tae Ra terbata-bata. “kau belum mendengar semuanya, mengenai hidupku sebelum bertemu dengan mu.. kau harus mendengar semuanya, aku kan menceritakannya padamu. Kumohon dengarkan dulu, setelah ini terserah padamu.” Tae Ra mulai bercerita.
“pernikahan pertama ku dengan seorang pria tua kaya raya teman ayahku.. berawal saat aku SMA ayahku meninggal dan saat pemakaman ayahku, seorang pria datang. ia orang yang disuruh teman ayahku, menaggih janji yang pernah dibuat ayahku dengannya dulu.” Tae Ra bercerita sembari memutar-mutar cangkir kopinya. “aku tak tahu apa janji yg dibuat ayahku dengannya, tapi ibuku menyuruhku segera mengemasi seluruh barangku dan ikut dengannya. Aku yang bingung hanya menuruti perkataan ibuku, kukemasi seluruh pakaian dan buku-bukuku.” Tae Ra sesekali menyesap kopinya. Siwon hanya mendengarkan Tae Ra dengan seksama tanpa berkomentar.
“aku bertanya kepada ibuku, kenapa aku harus ikut dengan pria itu? Ibuku hanya menjawab bahwa hidupku akan lebih baik jika bersamanya. Ia memiliki segalanya yg kubutuhkan untuk mengejar impianku. Begitu kata ibuku saat itu.”
_flashback_
Belum kering air mata Tae Ra menangisi kematian ayahnya, tiba2 seorang pria datang dan menyerahkan sepucuk surat pada ibu Tae Ra. Tae Ra melihat ibunya gemetar setelah membaca surat itu, ia tak berkata apa-apa hanya memandang Tae Ra yang saat itu duduk didekatnya dan membelai rambut Tae Ra.
“masuklah ke kamar dan kemasi seluruh barangmu” ucapnya sambil tersenyum.
“apa isi suratnya bu? kenapa aku harus mengemasi barang2ku, kemana aku akan pergi?” Tae Ra bertanya kebingungan, perasaannya tak karuan melihat ekspresi diwajah ibunya.
“sudah turuti saja perintah ibu” ibu Tae Ra menepuk-nepuk punggung Tae Ra untuk menenangkannya. “tapi bu…” Tae Ra ingin membantah, namun ibunya hanya mengangguk dan memberinya instruksi untuk ke kamar. Tae Ra akhirnya menggangguk pelan dan masuk kamar, ia tahu tak ada gunanya lagi membantah. Tae Ra mengemasi barang-barangnya kedalam koper, sementara ibunya bicara dengan pria yang tadi datang. Tak berapa lama ibu Tae Ra masuk kedalam kamar, “apa kau sudah selesai mengemas barangmu?”
“sedikit lagi bu.” Tae Ra memasukkan buku pelajaran ke dalam tas sekolahnya. “aku hanya perlu membawa barang-barang yang penting saja kan.”
“tidak, bawa semuanya. Kemasi semua barangmu, jangan ada yang tertinggal.” ibu Tae Ra mengeluarkan semua barang milik Tae Ra “bawa semuanya, semua, ini, ini, itu juga..” ibu Tae Ra memasukkan semua barang Tae Ra ke dalam tas..
“tapi kemana aku akan pergi bu, mengapa aku harus membawa semuanya, mengapa hanya aku yang pergi bu..” Tae Ra menghentikan ibunya. “jelaskan padaku bu.. kumohon..”
“Dengarkan ibu, kau harus pergi, ibu sudah tak sanggup merawatmu lagi. Tanpa ayahmu uang yang ibu hasilkan tak akan cukup untuk membiayai dua putri ibu. Pria itu adalah suruhan teman ayahmu, ia sangat kaya, ikutlah dengannya. Teman ayahmu akan merawatmu dengan baik, ia akan memenuhi segala kebutuhanmu, kau akan hidup lebih layak dengannya ketimbang dengan ibu.” ucap ibu Tae Ra lembut, menggenggam tangan Tae Ra.
“tapi bu, aku bisa bekerja sambilan. Aku bisa mengantar susu dan koran sebelum sekolah. Aku bisa melakukan apa saja agar tak memberatkan ibu, aku tidak ingin hidup berkecukupan sementara ibu menderita. aku mohon aku ingin tetap tinggal bu.” air mata Tae Ra mengalir di pipi mulusnya. Mendengar perkataan Tae Ra, ibu Tae Ra tak kuasa membendung tangisnya. Ia mengulurkan tangannya mengusap air mata Tae Ra, “jangan hiraukan ibu, belajarlah dengan tekun. Belajarlah, railah cita2-citamu, jangan pikirkan ibu. Sekali kau pergi, kau tidak boleh menoleh lagi. Jangan menelpon ibu, apalagi mengunjungi ibu, kau mengerti.”
“t-tapi bu..” Tae Ra ingin membantah lagi, namun genggaman tangan ibunya yang menguat menghentikannya.
“jangan bertanya macam2, ibu mohon, menurutlah kali ini saja. Ini adalah permintaan terakhir ayahmu, kumohon Tae Ra.. pergilah..” dengan air mata berlinang ibu Tae Ra meyakinkan.
“aku tak mau bu.. aku tak mau pergi.. aku tak mau..” Tae Ra menjerit dan memeluk ibunya. “bagaimana aku bisa hidup tanpa ibu.. aku sungguh tidak bisa..” air mata membanjiri pipi Tae Ra.
“ibu mohon, jangan membuat kondisi ibu jadi sulit. Kau pikir apa ibu rela membiarkanmu pergi, ini semua demi kebaikanmu. Ibu tanya kau ingin menjadi orang yang sukses bukan?” Tae Ra menggangguk, air mata masih membasahi pipinya. “putri ibu yang cantik dan kuat, tak akan kalah hanya karena hal seperti ini. Kita hanya pisah sementara, sampai kau benar2 menggapai impianmu, sampai kau menjadi wanita yang sukses. Kembalilah pada ibu jika kau telah menjadi orang yang patut ibu banggakan, namun jangan kembali jika kau belum jadi orang seperti itu.. apa kau mengerti?” ibu Tae Ra memandang wajah putrinya lekat-lekat. Sembari sesengukan menahan tangis Tae Ra mengangguk.
“sekarang pergilah.. orang itu sudah terlalu lama menunggu..”
Belum kering air mata Tae Ra menangisi kematian ayahnya, tiba2 seorang pria datang dan menyerahkan sepucuk surat pada ibu Tae Ra. Tae Ra melihat ibunya gemetar setelah membaca surat itu, ia tak berkata apa-apa hanya memandang Tae Ra yang saat itu duduk didekatnya dan membelai rambut Tae Ra.
“masuklah ke kamar dan kemasi seluruh barangmu” ucapnya sambil tersenyum.
“apa isi suratnya bu? kenapa aku harus mengemasi barang2ku, kemana aku akan pergi?” Tae Ra bertanya kebingungan, perasaannya tak karuan melihat ekspresi diwajah ibunya.
“sudah turuti saja perintah ibu” ibu Tae Ra menepuk-nepuk punggung Tae Ra untuk menenangkannya. “tapi bu…” Tae Ra ingin membantah, namun ibunya hanya mengangguk dan memberinya instruksi untuk ke kamar. Tae Ra akhirnya menggangguk pelan dan masuk kamar, ia tahu tak ada gunanya lagi membantah. Tae Ra mengemasi barang-barangnya kedalam koper, sementara ibunya bicara dengan pria yang tadi datang. Tak berapa lama ibu Tae Ra masuk kedalam kamar, “apa kau sudah selesai mengemas barangmu?”
“sedikit lagi bu.” Tae Ra memasukkan buku pelajaran ke dalam tas sekolahnya. “aku hanya perlu membawa barang-barang yang penting saja kan.”
“tidak, bawa semuanya. Kemasi semua barangmu, jangan ada yang tertinggal.” ibu Tae Ra mengeluarkan semua barang milik Tae Ra “bawa semuanya, semua, ini, ini, itu juga..” ibu Tae Ra memasukkan semua barang Tae Ra ke dalam tas..
“tapi kemana aku akan pergi bu, mengapa aku harus membawa semuanya, mengapa hanya aku yang pergi bu..” Tae Ra menghentikan ibunya. “jelaskan padaku bu.. kumohon..”
“Dengarkan ibu, kau harus pergi, ibu sudah tak sanggup merawatmu lagi. Tanpa ayahmu uang yang ibu hasilkan tak akan cukup untuk membiayai dua putri ibu. Pria itu adalah suruhan teman ayahmu, ia sangat kaya, ikutlah dengannya. Teman ayahmu akan merawatmu dengan baik, ia akan memenuhi segala kebutuhanmu, kau akan hidup lebih layak dengannya ketimbang dengan ibu.” ucap ibu Tae Ra lembut, menggenggam tangan Tae Ra.
“tapi bu, aku bisa bekerja sambilan. Aku bisa mengantar susu dan koran sebelum sekolah. Aku bisa melakukan apa saja agar tak memberatkan ibu, aku tidak ingin hidup berkecukupan sementara ibu menderita. aku mohon aku ingin tetap tinggal bu.” air mata Tae Ra mengalir di pipi mulusnya. Mendengar perkataan Tae Ra, ibu Tae Ra tak kuasa membendung tangisnya. Ia mengulurkan tangannya mengusap air mata Tae Ra, “jangan hiraukan ibu, belajarlah dengan tekun. Belajarlah, railah cita2-citamu, jangan pikirkan ibu. Sekali kau pergi, kau tidak boleh menoleh lagi. Jangan menelpon ibu, apalagi mengunjungi ibu, kau mengerti.”
“t-tapi bu..” Tae Ra ingin membantah lagi, namun genggaman tangan ibunya yang menguat menghentikannya.
“jangan bertanya macam2, ibu mohon, menurutlah kali ini saja. Ini adalah permintaan terakhir ayahmu, kumohon Tae Ra.. pergilah..” dengan air mata berlinang ibu Tae Ra meyakinkan.
“aku tak mau bu.. aku tak mau pergi.. aku tak mau..” Tae Ra menjerit dan memeluk ibunya. “bagaimana aku bisa hidup tanpa ibu.. aku sungguh tidak bisa..” air mata membanjiri pipi Tae Ra.
“ibu mohon, jangan membuat kondisi ibu jadi sulit. Kau pikir apa ibu rela membiarkanmu pergi, ini semua demi kebaikanmu. Ibu tanya kau ingin menjadi orang yang sukses bukan?” Tae Ra menggangguk, air mata masih membasahi pipinya. “putri ibu yang cantik dan kuat, tak akan kalah hanya karena hal seperti ini. Kita hanya pisah sementara, sampai kau benar2 menggapai impianmu, sampai kau menjadi wanita yang sukses. Kembalilah pada ibu jika kau telah menjadi orang yang patut ibu banggakan, namun jangan kembali jika kau belum jadi orang seperti itu.. apa kau mengerti?” ibu Tae Ra memandang wajah putrinya lekat-lekat. Sembari sesengukan menahan tangis Tae Ra mengangguk.
“sekarang pergilah.. orang itu sudah terlalu lama menunggu..”
Tae Ra dan ibunya keluar kamar dengan membawa beberapa
koper besar berisi barang2 Tae Ra.
“Tae Ra sudah siap..” ucap ibu Tae Ra pada pria itu.
Koper-koper Tae Ra dibawa masuk kedalam mobil, sebelum masuk mobil Tae Ra berbalik dan memeluk ibunya erat-erat. Pelukan yang rasanya tak ingin dilepas Tae Ra. Ibunya melepas pelukan dan mencium kening Tae Ra, “kau akan baik2 saja” bisiknya. Tae Ra mengangguk dan masuk ke dalam mobil, roda mobil bergulir membawanya perlahan meninggalkan rumahnya. Tae Ra melambai, sekilas dilihatnya ibunya menangis tersedu-sedu sembari meremas dadanya. Hati Tae Ra semakin perih melihat hal itu, bibir mungilnya bergetar menahan tangis, namun tak ada lagi yang dapat diperbuatnya selain mengikuti kemana mobil ini membawanya.
“Tae Ra sudah siap..” ucap ibu Tae Ra pada pria itu.
Koper-koper Tae Ra dibawa masuk kedalam mobil, sebelum masuk mobil Tae Ra berbalik dan memeluk ibunya erat-erat. Pelukan yang rasanya tak ingin dilepas Tae Ra. Ibunya melepas pelukan dan mencium kening Tae Ra, “kau akan baik2 saja” bisiknya. Tae Ra mengangguk dan masuk ke dalam mobil, roda mobil bergulir membawanya perlahan meninggalkan rumahnya. Tae Ra melambai, sekilas dilihatnya ibunya menangis tersedu-sedu sembari meremas dadanya. Hati Tae Ra semakin perih melihat hal itu, bibir mungilnya bergetar menahan tangis, namun tak ada lagi yang dapat diperbuatnya selain mengikuti kemana mobil ini membawanya.
Tae Ra sampai disebuah rumah yang sangat besar diantar
oleh seorang pelayan. Pelayan itu mengantar Tae Ra ke sebuah kamar.
“nona, silahkan beristirahat di sini, besok pagi-pagi kau sudah harus bangun dan bersiap2 untuk bertemu tuan besar.” pelayan itu mempersilahkan Tae Ra masuk. “kalau kau butuh apa2 pangil saja aku” ia tersenyum dan meninggalkan Tae Ra dikamar sendirian.
Tae Ra merapikan kopernya bersiap2 untuk tidur. Tubuh mungilnya meringkuk ditempat tidur, tetapi matanya tak dapat terpejam sedikit pun. Tae Ra rindu ibunya, baru beberapa jam yang lalu ia meninggalkan ibunya, ia sudah rindu. Tae Ra tak tahu orang seperti apa pemilik rumah ini. Dirinya benar2 takut, air mata mengalir deras dipipi mulusnya membasahi bantal. Ia ingin pulang, ingin sekali memeluk ibunya. Namun pesan-pesan dari ibunya terngiang-ngiang ditelinganya, ia menghela nafas panjang untuk menghilangkan sesak didadanya, dan mencoba untuk terlelap.
“nona, silahkan beristirahat di sini, besok pagi-pagi kau sudah harus bangun dan bersiap2 untuk bertemu tuan besar.” pelayan itu mempersilahkan Tae Ra masuk. “kalau kau butuh apa2 pangil saja aku” ia tersenyum dan meninggalkan Tae Ra dikamar sendirian.
Tae Ra merapikan kopernya bersiap2 untuk tidur. Tubuh mungilnya meringkuk ditempat tidur, tetapi matanya tak dapat terpejam sedikit pun. Tae Ra rindu ibunya, baru beberapa jam yang lalu ia meninggalkan ibunya, ia sudah rindu. Tae Ra tak tahu orang seperti apa pemilik rumah ini. Dirinya benar2 takut, air mata mengalir deras dipipi mulusnya membasahi bantal. Ia ingin pulang, ingin sekali memeluk ibunya. Namun pesan-pesan dari ibunya terngiang-ngiang ditelinganya, ia menghela nafas panjang untuk menghilangkan sesak didadanya, dan mencoba untuk terlelap.
Paginya Tae Ra dibawa menemui pria teman ayah Tae Ra,
ia kelihatan ramah dan penyayang.
“duduklah.. jangan takut” ucapnya ramah. “kau pasti
bingung dan takut mengapa kau dibawa kesini secara tiba-tiba..”
Tae Ra kemudian duduk di kursi dihadapan pria itu.
“aku Shin Go, teman ayahmu. Kau bisa memanggilku Tuan
Shin atau terserah yang kau mau.” Pria tua itu memperkenalkan diri. “kau
cantik.. mirip ibumu. Kudengar prestasimu disekolah juga cemerlang. Oleh sebab
itu aku ingin memberikan pendidikian yang lebih baik untukmu. Kelak mungkin kau
akan kuperkerjakan sebagai karyawan kepercayaanku di perusahaan kopi yang
sekarang ku kelola. Tae Ra tersenyum mendengar perkataan Tuan Shin, ia merasa
senang ternyata keputusan yang diambil ibu dan ayahnya tidak salah.
“namun ada satu syarat yang harus kau penuhi, kau
harus menikah denagnku.” Ucapnya. Tae Ra kaget denagn apa yang didengarnya
barusan.
“ne??” Tae Ra akhirnya mengeluarkan suaranya. “apa
yang tuan katakan barusan? Me-menikah?” Tae Ra tak mengerti mengapa pria
tua ini menjadikan Tae Ra sebagai istrinya.
“ya, menikah.. kau pasti bertanya2 mengapa aku
memintamu tinggal disini dan menikahiku” pria tua itu duduk disamping Tae Ra
dan membelai rambutnya. Tae Ra terkejut dan bergeser menjauh, perasaan takut
hinggap dibenaknya.
“jangan takut, aku tidak akan pernah menyakitimu, aku tidak seperti apa yang ada dipikiranmu. Aku kenal baik ayahmu, tak mungkin aku menyakiti putrinya.” Pria tua itu tersenyum. “sekarang dalam kepalamu pasti timbul banyak pertanyaan. aku akan menjelaskannya satu per satu.”
Tae Ra menenangkan dirinya dan mulai mendengarkan penjelasan pria tua itu.
“jangan takut, aku tidak akan pernah menyakitimu, aku tidak seperti apa yang ada dipikiranmu. Aku kenal baik ayahmu, tak mungkin aku menyakiti putrinya.” Pria tua itu tersenyum. “sekarang dalam kepalamu pasti timbul banyak pertanyaan. aku akan menjelaskannya satu per satu.”
Tae Ra menenangkan dirinya dan mulai mendengarkan penjelasan pria tua itu.
_flashback end_
“semula aku berpikir bahwa semua akan baik-baik saja,
walaupun anak-anak Tuan Shin membenciku karena mengira aku mau menikahinya
karena ingin merebut harta Tuan Shin, memang karena harta aku bersedia
menikahinya tapi tidak seburuk itu, aku hanya ingin ia membiayai sekolahku
hanya itu tak bermaksud untuk merebut hak mereka . Sungguh aku tak senista itu,
walau bagaimana pun aku menjelaskan, anak-anak Tuan Shin tetap saja tidak
mengerti. Namun aku tidak peduli, Tuan Shin selalu berkata bahwa anak-anak
memang seperti itu tamak, dan serakah, oleh karena itu ia amat menyayangiku.
Aku berpikir aku hanya perlu mempertahanka prestasiku hingga lulus kuliah
dan aku akan segera menjadi wanita sukses seperti yang kuinginkan dengan begitu
aku bisa segera terlepas dari rumah itu dan kembali pada ibuku.. namun
lagi-lagi takdir mempermainkanku.” Tae Ra bangkit dari kursi dan berjalan
menuju beranda di depannya.
“pada tahun keduaku dirumah itu Tuan Shin sakit keras,
hingga akhirnya meninggal. Orang-orang dirumah itu yang sedari awal tidak
menyukaiku semakin membenciku. Mereka menayalahkanku atas apa yang
terjadi pada Tuan Shin mereka barkata bahwa aku tak becus marawatnya. Aku
diusir dari rumah itu pada hari pemakaman Tuan Shin.” Tae Ra berbalik menatap
Siwon.
“kalau kau tahu bagaimana rasanya saat itu, aku bingung dan ketakutan. Aku tak tahu harus bagaimana, lagi-lagi akumenyalahkan ayahku yang telah membuatku menikah denagn Tuan Shin, bagaimana mungkin ayahku menyerahkan diriku pada seorang pria tua sebagai tebusan atas hutang-hutangnya selama ini. Membuat aku harus mengalami hal2 yang tak seharusnya kualami pada usia semuda itu” Tae Ra menghela nafas dalam2, perasaan sesak didadanya muncul kembali. Ia teringat hari2 berat yang dilaluinya dirumah itu. “Tuan Shin memang sangat baik padaku, ia tahu aku sangat tidak nyaman dan menderita tinggal disana. Ia tak pernah memperlakukanku sebagai istri, tapi lebih seperti putrinya. Ia mengajariku banyak hal termasuk keahlianku membuat kopi. Aku sangat sedih saat ia meninggal, terlebih lagi aku sangat sedih karena aku tak tahu harus kemana saat itu.”
“ayahmu tak seharusnya menikahkanmu dengan seorang pria tua demi melunasi hutang-hutangnya.” Siwon kali ini memberanikan diri untuk berkomentar.
“yah.. memang, namun ayahku tak sepenuhnya salah. Aku tahu ia terpaksa melakukannya demi masa depanku, ayahku berpikiran sama seperti ibuku bahwa pria tua itu mungkin bisa memberikan kehidupan dan pendidikan yang layak untukku. Ayahku harus menyerahakkan dan menikahkanku pada pria itu untuk membayar hutang-hutangnya, awalnya ayahku tak setuju, namun pria itu berjanji akan menjamin kehidupanku. Akhirnya ayahku setuju.” Tae Ra memejamkan mata dan memijat pelipisnya.
“kalau kau tahu bagaimana rasanya saat itu, aku bingung dan ketakutan. Aku tak tahu harus bagaimana, lagi-lagi akumenyalahkan ayahku yang telah membuatku menikah denagn Tuan Shin, bagaimana mungkin ayahku menyerahkan diriku pada seorang pria tua sebagai tebusan atas hutang-hutangnya selama ini. Membuat aku harus mengalami hal2 yang tak seharusnya kualami pada usia semuda itu” Tae Ra menghela nafas dalam2, perasaan sesak didadanya muncul kembali. Ia teringat hari2 berat yang dilaluinya dirumah itu. “Tuan Shin memang sangat baik padaku, ia tahu aku sangat tidak nyaman dan menderita tinggal disana. Ia tak pernah memperlakukanku sebagai istri, tapi lebih seperti putrinya. Ia mengajariku banyak hal termasuk keahlianku membuat kopi. Aku sangat sedih saat ia meninggal, terlebih lagi aku sangat sedih karena aku tak tahu harus kemana saat itu.”
“ayahmu tak seharusnya menikahkanmu dengan seorang pria tua demi melunasi hutang-hutangnya.” Siwon kali ini memberanikan diri untuk berkomentar.
“yah.. memang, namun ayahku tak sepenuhnya salah. Aku tahu ia terpaksa melakukannya demi masa depanku, ayahku berpikiran sama seperti ibuku bahwa pria tua itu mungkin bisa memberikan kehidupan dan pendidikan yang layak untukku. Ayahku harus menyerahakkan dan menikahkanku pada pria itu untuk membayar hutang-hutangnya, awalnya ayahku tak setuju, namun pria itu berjanji akan menjamin kehidupanku. Akhirnya ayahku setuju.” Tae Ra memejamkan mata dan memijat pelipisnya.
“saat diusir dari rumah itu aku kalut dan bingung
harus pergi kemana” Tae Ra melanjutkan ceritanya. “lalu aku pergi kerumah
ibuku, aku melanggar janjiku dengan ibuku bahwa aku hanya boleh kembali kalau
aku sudah sukses. Saat itu aku takut ibuku kan marah padaku, namun aku tidak
peduli yang aku inginkan hanya pulang dan memeluk ibuku. Aku ingin kembali
hidup normal dengannya, aku sudah tak berpikr mengenai ambisiku lagi saat itu.”
Tae Ra terdiam sejenak. “namun saat aku sampai dirumah ibuku.. aku benar-benar
terkejut..”
_flashback_
Tae Ra berjalan lunglai menuju rumahnya, sambil
menyeret koper besar berisi barang-barangnya. Ia mengetuk2-ngetuk pintu
rumahnya., namun bukan ibunya yang keluar justru seorang pemuda yang keluar
dari dalam rumahnya.
“ada apa nona?” ucap pemuda itu sopan.
“kau siapa, mangapa keluar dari dalam rumahku?” Tae Ra
terheran-heran.
“ini rumahku nona.. ah.. kau mungkin mencari pemilik
rumah ini sebelum aku” ujar pemuda itu lagi.
“pemilik rumah sebalumnya?? Jadi kau pemilik baru
rumah ini? Kemana pemilik rumah sebelumnya pergi??” Tae Ra mulai gemetar.
“kudengar pemilik rumah sebelumku meninggal karena
sakit, anak tertuanya pergi setahun sebelum ia sakit dan anak keduanya ditipkan
dipanti asuhan.” Pemuda itu menjelaskan.
“apa kau bilang?? Meninggal? Kau pasti bohong.. ibuku
tak mungkin meninggal, katakan ia pindah kemana? “ Tae Ra barteriak.
“tunggu nona, apa kau anak tertua yang pergi itu? Kau
anak wanita pemilik rumah ini sebelumku?” tanya pemuda itu. Tae Ra mengangguk
lemah.
“maaf nona, tapi aku benar-benar mandengar bahwa ibumu
sudah meninggal dari orang-orang disekitar sini. Dan adikmu sekarang berada di
panti asuhan.” Pemuda itu memandang Tae Ra yang berjongkok menahan
gemetar dengan tatapan iba.
_flashback end_
“aku benar2-benar terkejut mengetahui kenyataan banwa
ibuku telah meninggal setahun setelah aku pergi.” Tae Ra memandang sungai yang
ada tepat di depan balkon. “aku benar-benar syok sampai ingin mati
rasanya. Aku manangis sejadi-jadinya saat itu. Setelah kuceritakan apa yang
terjadi padaku pemuda yang tinggal dirumahku iba padaku dan mengijinkanku
tinggal dirumahnya untuk sementara sampai aku dapat tempat tinggal baru.”
“aku putus dari bangku sekolah, aku harus bekerja untuk
memenuhi kebutuhan hidupku. Aku bekerja di kedai-kedai makanan setiap harinya.
Lama-kelamaan karena tinggal dalam satu rumah aku dan pemuda itu , Lee Joon
namanya mulai barpacaran. Ia sangat baik padaku awalnya, sampai ia dipecat dari
pekerjaannya. Ia menjadi sering mabuk-mabukan, saat mabuk ia menjadi
sangat kasar. Tak jarang ia memukuliku saat mabuk, dalam waktu sekejap tubuhku
lebam-lebam.” Ucap Tae Ra menahan getir. Siwon bangkit dari kursinya dan
manghampiri Tae Ra, ia mambelai lembut rambut Tae Ra. Meringis ngeri
membayangkan tubuh Tae Ra yang kecil dipukuli oleh seorang pria mabuk.
“yang membuatku serba salah adalah, ia sangat kasar
saat mabuk namun setelah itu ia menagis dan bersujud kepadaku memohon maaf dan
berjanji tak akan mengulanginya lagi. Namun setiap kali ia mabuk ia selalu
seperti itu lagi, memukuliku dan maminta maaf terus menerus. Aku ingin
meninggalkannya namun tak tega, ia sangat baik padaku tapi aku takut ia seperti
memiliki dua kepribadian yang berbeda. Sampai pada suatu malam dia mabuk damn
mulai memukuliku lagi.” Tae Ra menggiggit bibir bawahnya menahan tangis.
_flashback_
Joon pulang kerumah dalam keadaan mabuk, Tae Ra
sedang manyiapkan makan malam saat itu. Joon membanting pintu dan mulai
mengacak-acak perabotan dirumah. Tae Ra terkejut dan takut, ia segera berlari
untuk menyelamatkan diri. Namun terlambat, Joon sudah menarik tangan Tae Ra
lebih dulu.
“mau kemana kau hah!!” Joon berteriak pada Tae Ra,
“kau mau melarikan diri dariku? setelah perbuatan baikku kau mau melarikan diri
begitu saja!!”
“bu-bukan begitu, aku hanya..”
“diam..” Joon menampar Tae Ra. Ia melucuti gespernya
dan memukuli Tae Ra. Tae Ra mencoba melawan namun sia-sia. Dalam perlawanannya
menghindari pukulan Joon, tak sengaja pisau dapur yang masih dipeggang Tae
Ra tertusuk keperut Joon..
Tae Ra berteriak terkejut, ia tak bermaksud untuk
menusuk Lee Joon. Joon meringis memeggangi perutnya. Tae Ra berteriak histeris
dan menangis, tanggannya bersimbah darah, ia membunuh orang. Tae Ra
menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya. Ia menangis sejadi-jadinya.
_flashback end_
“karena hal itu aku masuk penjara selama dua tahun,
hakim meringankan hukumanku karena saat itu aku sedang dalam keadaan membela
diri. Keluarga Joon pun memeahami walau aku tahu mereka membenci ku. “ Tae Ra
kembali duduk dukursinya diikuti Siwon. “dua tahun dalam jeruji besi bukanlah
waktu yang singkat dan mudah. Banyak hal-hal tak enak yang ku alami saat itu.”
“kau benar-benar wanita yang tangguh..” Siwon
tersenyum iba kepada Tae Ra. Tae Ra hanya tersenyum.
“dua tahun berselang, aku keluar dari penjara. Saat
aku bingung harus kemana, ada seorang polisi bernama Jung Yunho yang dengan
tulus mau menampungku lagi. Dia jatuh cinta padaku saat aku masih berada di
dalam sel tahanan. Aku tak mencintainya namun aku sangat menhormatinya. Ia
sangat lembut dan baik, ia merawatku, membela saat orang2 mencemoohku. Kami
menikah setelah setahun bersama, pernikahan kami pun bahagia, setelah setahun
menikah kami di karuniai Tae Yun. Kehidupan kami bahagia sejak itu.” Tae Ra
maminum kopinya sejenak kemudian melanjutkan. “kupikir segalanya akan berhenti
di sini. Aku telah melupakan semua ambisiku untuk menjadi wanita sukses, saat
itu aku hanya ingin hidup sederhana dan bahagia bersama Yunho dan membesarkan
Tae Yun bersama-sama. “
“namun?” Siwon berkata seakan sudah bisa menebak bahwa
cerita Tae Ra belum berakhir.
“keluarga Yunho datang dan menentang pernikahan kami.
Mereka tahu aku mantan narapidana dan memaksa Yunho menceraikanku. Yunho
yang tak ingin mengorbankan keluarganya memilih menceraikanku.” Tae Ra
tersenyum memandang Siwon. “aku berharap akan hidup bahagia bersama Yunho
sampai aku tua, namun ia lebih memilih keluarganya ketimbang mempertahankan
ku.. yah, siapa yang mau mempertahankan wanita seperti ku yang pernah masuk
penjara dan tak tamat SMA.” Tae Ra tersenyum. “begitulah hidupku, berawal
dari niat untuk membuat hidupku lebih baik, ayah dan ibuku menggadaikan ku pada
seorang Pria Tua, yang malah mebuatku masuk penjara dan putus sekolah ditengah
jalan. Sampai akhirnya dengan uang tabunganku aku mendirikan kedai kopi
ini dan Tuhan berbaik hati mempertemukanku kembali dengan adikku SeoHyun. ”
ucapnya. “sekarang, apakah kau tetap mau menjalin hubungan denganku, dengan
wanita yang tak pantas sepertiku?” Tanya Tae Ra
“aku mau.. dengakan aku Tae Ra kalau kau pikir aku akn
meninggalkanmu setelah kau bercerita semuanya padaku, kau salah besar.”
Siwon memegang wajah Tae Ra denagn kedua tangannya. “aku akan terus berada
disisimu walau apapun rintangannya, kau bisa mempercayaiku.” Siwon meletakkan
tangan Tae Ra di dadanya. Tae Ra terharu dan menangis.
“kau tak perlu ragu dan khawatir.” Siwon tersenyum.
“ini..’ Siwon menyodorkan amplop putih pada Tae Ra.
“apa ini?” Tae Ra mengambil dan membukanya.
“undangan untuk menghadiri pameran fotografi ku.
Kau harus datang, aku kan menjemputmu. Kau juga boleh mengajak anakmu, siapa?
Tae Yun.. aku ingin sekali bertemu dengannya.” Siwon mencondongkan tubuhnya ke
arah Tae Ra dan berbisik “aku akan melamarmu secara resmi disana, jadi kau
harus mengajak Tae Yun dan memperkenalkannya pad calon ayahnya..” Siwon
tertawa. Tae Ra juga tertawa.
“kalau kau ingin melamarku kenapa tidak disini saja?
Goda Tae Ra
“itu ehm…” Siwon gugup. “a-aku tidak bawa cincinnya
hari ini karena terburu-buru. Lagi pula besok hari yang spesial untukku karena
akhirnya karyaku bisa masuk kedalam pameran, jadi.. supaya momentnya pas..”
Siwon nyengir dengan muka merah padam. Tae Ra tertawa yang akhirnya membuat
Siwon tertawa juga.
************
Tae Ra berdiri di depan apartementnya bersama Tae Yun
menunggu Siwon menjemputnya, namun Siwon tak kunjung datang.
“ibu.. kenapa teman ibu lama sekali..” Tae Yun
merengek.
“sebentar ya.. paman Siwon mungkin kena macet..” Tae
Ra menenangkan putranya. Tae Ra menelpon Siwon namun tak ada jawaban.
Tae Ra berkesimpulan mungkin Siwon sedang sibuk karena ini adalah pertama
kalinya karyanya bisa ikut serta ke dalam pameran. Ia dan Tae Yun kemudian
memutuskan untuk naik bis saja untuk ke gedung pameran.
Tae Ra salah Siwon pun tak da di gedung pameran,
seseorang menghampiri Tae Ra dan memberi tahunya bahwa mobil Siwon mengalami
kecelakaan, Siwon mengalami luka parah dan nyawanya tak terselamatkan. Tubuh
Tae Ra gemetaran, “siapa kau? kumohon jangan bercanda..” ucap Tae Ra lemah.
“aku sungguh minta maaf, aku adalah rekan kerja Siwon
aku tidak barcanda. Aku baru mau manjemputmu, untuk mangantar mu langsung
kerumah sakit.” Ucap oarang itu mencoba menenangkan Tae Ra. “mari kuantar..”
“tidak” Tae Ra menolak. “aku tidak ingin melihatnya,
Siwon belum meninggal. Ia akan melamarku.. tidak…” Tae Ra berlari kedalam
gedung untuk mencari Siwon, Tae Ra berputar-putar kalut. Orang-orang
didalam gedung melihat Tae Ra keheranan. Tae Ra berhenti di depan sebuah
foto yang terpampang di dinding gedung pameran. Foto bergambar dirinya
sedang menuangakan air kedalam gelas kopi berlatar belakang kedai kopinya. Itu
adalah fotografi karya Siwon yang ia ikut sertakan di pameran ini. Tae Ra
melihat kertas yang tertempel di dinding bertuliskan “Simpati Kedai Kopi”,begitu
Siwon memberi judul karyanya. Tulisan lain tertulis di kertas itu.
“karya untuk Lee Tea Ra, wanita paling menakjubkan
yang pernah kutemui.. Tae Ra menikahlah denganku.”
Tae Ra terjatuh, ia benar-benar terpukul. Oarng-orang
didalam gedung memperhatikan Tae Ra yang menangis tersedu-sedu. “kumohon jangan
lakukan ini lagi padaku Tuhan..” isak Tae Ra.
*********
2 Tahun Kemudian..
Tae Ra perlahan berjalan menyusuri bukit. Semilir
angin membelai pipinya yang lembut, membuat helaian rambut hitam legamnya
melayang ringan.
Tae Ra sampai di sebuah makam, ia lalu berjongkok menaruh rangkaian bunga lili putih yang tadi dibawanya ke atas makam. Tae Ra sejenak menundukkan kepala dan berdoa, ia kemudian mengusap batu nisan dihadapannya.
“apa kabar Choi Siwon?” Tae Ra tersenyum, wajah cantiknya tampak lelah. “apa kau kedinginan? maaf baru sekarang aku bisa mengunjungimu, butuh waktu untukku menerima semua ini.” Tae Ra merapatkan jaketnya, udara musim gugur terasa lebih dingin dari biasanya. “kau tahu sulit rasanya, saat aku mulai bangkit dan mulai menata hidupku kembali. Saat aku mulai melihat secercah harapan, dan tahu bahwa badai sebentar lagi akan berlalu, dan sebentar lagi akhirnya aku bisa merasakan lega dihatiku bahwa setelah semua hal berat yang kulalui Tuhan berbaik hati memberikan setidaknya setetes cairan gula diatas cangkir ku yang berisi kopi pekat yang pahit, setidaknya aku punya satu mimpi yang bisa diwujudkan, hidup bersama orang yang benar2 menyayangiku dengan tulus. Membayangkan nantinya aku bisa mengelola kedai kopiku dengan tenang sembari menunggumu pulang kerja, menjemput Tae Yun bersama-sama dan pulang kerumah, pada akhir minggu kita bertiga mungkin bisa pergi piknik seperti keluarga lainya, menjalani kehidupan normal seperti kebanyakan keluarga2 lain. Namun tiba2 semuanya lenyap dalam sekejap, lagi2 aku harus menelan getir. Aku sadar bahwa tak seharusnya aku berharap terlalu jauh.. ” Tae Ra memandang Makam Siwon, sekilas merasakan kehadiran Siwon disisinya. Merasakan belaian tangan Siwon di kepalanya, mengisyaratkan permintaan maaf yang tak sempat di ucapkan Siwon.
“bukan salahmu” ucap Tae Ra, “tidak ada yang salah, memang seharusnya berjalan seperti ini. Yah.. semua ini sudah jadi jalan hidupku.” Tae Ra bangkit dari duduknya, berjalan meninggalkan makam. Siwon dari alam lain memandang Tae Ra beranjak meninggalkan makamnya.
Tae Ra sampai di sebuah makam, ia lalu berjongkok menaruh rangkaian bunga lili putih yang tadi dibawanya ke atas makam. Tae Ra sejenak menundukkan kepala dan berdoa, ia kemudian mengusap batu nisan dihadapannya.
“apa kabar Choi Siwon?” Tae Ra tersenyum, wajah cantiknya tampak lelah. “apa kau kedinginan? maaf baru sekarang aku bisa mengunjungimu, butuh waktu untukku menerima semua ini.” Tae Ra merapatkan jaketnya, udara musim gugur terasa lebih dingin dari biasanya. “kau tahu sulit rasanya, saat aku mulai bangkit dan mulai menata hidupku kembali. Saat aku mulai melihat secercah harapan, dan tahu bahwa badai sebentar lagi akan berlalu, dan sebentar lagi akhirnya aku bisa merasakan lega dihatiku bahwa setelah semua hal berat yang kulalui Tuhan berbaik hati memberikan setidaknya setetes cairan gula diatas cangkir ku yang berisi kopi pekat yang pahit, setidaknya aku punya satu mimpi yang bisa diwujudkan, hidup bersama orang yang benar2 menyayangiku dengan tulus. Membayangkan nantinya aku bisa mengelola kedai kopiku dengan tenang sembari menunggumu pulang kerja, menjemput Tae Yun bersama-sama dan pulang kerumah, pada akhir minggu kita bertiga mungkin bisa pergi piknik seperti keluarga lainya, menjalani kehidupan normal seperti kebanyakan keluarga2 lain. Namun tiba2 semuanya lenyap dalam sekejap, lagi2 aku harus menelan getir. Aku sadar bahwa tak seharusnya aku berharap terlalu jauh.. ” Tae Ra memandang Makam Siwon, sekilas merasakan kehadiran Siwon disisinya. Merasakan belaian tangan Siwon di kepalanya, mengisyaratkan permintaan maaf yang tak sempat di ucapkan Siwon.
“bukan salahmu” ucap Tae Ra, “tidak ada yang salah, memang seharusnya berjalan seperti ini. Yah.. semua ini sudah jadi jalan hidupku.” Tae Ra bangkit dari duduknya, berjalan meninggalkan makam. Siwon dari alam lain memandang Tae Ra beranjak meninggalkan makamnya.
Hidup memang terkadang sungguh tak terduga. Kau
mungkin bisa sangat beruntung, segala yang kau harapkan berjalan sempurna
sesuai keinginanmu. Namun kau tak akan pernah tahu apa rasanya terpuruk dan
bagaimana caranya agar bisa bangkit lagi. Kau mungkin tak akan pernah merasakan
rasanya tersakiti secara bertubi2 dan menahan rasa sakit itu.
Atau mungkin, kau bisa tidak beruntung namun sangat
diberkahi. Seperti aku, mengalami kerasnya hidup. Bagaimana aku terombang
ambing dalam lautan kehidupan yang sulit, saat impianmu pupus satu persatu.
Tetapi setidaknya kau tahu rasanya berada dibawah, digilas roda kehidupan, kau
belajar bagaimana caranya bangkit dan bersyukur, itulah yang ku sebut tidak
beruntung namun sangat diberkahi. Tuhan mengajariku untuk selalu bersyukur atas
segala hal yang ku alami, karena hanya dengan bersyukur kau dapat merasa
bahagia apapun keadaanya.
Hidup bagaikan segelas kopi. Ada rasa pahit
didalamnya, ada pula rasa manis didalamya, tentu saja setelah kau tambahkan
gula. Tentu kau lebih suka rasa manisnya, namun kau tahu, rasa pahit dalam kopi
lah yang membuatnya istimewa. Pahit membuat mu belajar bahwa tidak mudah
mencari manis, pahit juga membuatmu bersyukur bahwa setidaknya kau masih bisa
merasakan walaupun yang kau rasakan pahit. Aku Lee Tae Ra, kuharap kisah
hidupku membuatmu belajar bahwa Tuhan telah menggariskan takdir terbaik untuk
kita, dan k au harus mansyukurinya apapun itu. Pada akhirnya kita tak bisa
melawan takdir.
–
author: VIVI OKTAVIA
Tidak ada komentar :
Posting Komentar